TRANSLATE

Tuesday 4 May 2010

MY NAME IS AISA



The name Aisa has the following meaning: One who is lively. A very popular Arabic name. (http://www.quickbabynames.com/meaning-of-Aisa.html)


"Halo, nama saya Aisa"

Aisa, hanya empat huruf saja tanpa embel- embel apapun di belakangnya. Kata Papa, tadinya saya hendak diberi nama Asia tapi batal karena kurang enak dipanggil. Panggilan As, Asi atau Sia, sepertinya koq kurang enak didengar gitu loh. Kata Oeij di belakang nama saya hanya muncul kadang- kadang untuk keperluan registrasi yang diharuskan untuk mencantumkan marga keluarga, seperti paspor, booking tiket pesawat, reservasi hotel, dan akun sosial media. 

Jujur saja waktu kecil saya gak begitu suka dengan nama Aisa, karena itu saya selalu 'menyamarkan' nama saya dengan nama panggilan yaitu Aai atau Ai Ai. Ternyata orang Indonesia keturunan China seperti saya banyak sekali yang dipanggil Aai atau Ai Ai. Kadang- kadang teman- teman sendiri pun suka bertanya, Aai yang mana ya? Jadilah saya punya banyak sekali 'marga dadakan' seperti Aai Kecil ( karena saya mungil ), Aai Bubat (dulu saya tinggal di Buah Batu), Aai Asesoris (karena hobby bikin asesoris), dan sekarang punya marga baru Aai Kuliner hahaha...

Sekarang apabila bertemu orang baru, saya langsung sebut nama saya Aisa. Saya senang dengan nama saya karena sekali sebut Aisa orang langsung ingat sama saya... Ooohhh Aisa, tanpa harus bertanya-tanya lagi Aisa yang mana. Nah yang jadi permasalahan, bagaimana cara menulis "Aisa" dengan benar? Meskipun saya sudah menyebutkan nama saya dengan sejelas- jelasnya seringkali orang masih salah tulis. Nama saya ditulis Aisah, Aisha, Aisyah atau yang aneh jadi Aisiyah. Sekarang biasanya saya menyebut "Nama saya Aisa, A I Es A" dengan dieja satu persatu atau "Saya tulis sendiri saja, Pak/ Bu". Sepertinya sih hal kecil, tapi kalau terjadi kesalahan penulisan nama dalam dokumen atau surat- surat penting itu nantinya akan berakibat fatal, seperti visa misalnya. Bisa- bisa tidak boleh masuk suatu negara hanya karena nama yang tertera di visa tidak sesuai dengan paspor.

Gara- gara soal nama, saya beberapa kali punya pengalaman dan anehnya selalu di Malaysia. 

Beberapa tahun lalu, saya bersama mama dan adik ikut tour keliling Malaysia. Waktu itu peserta tour yang lain menginap 1 malam di Genting. Karena kita bertiga sudah pernah ke  Genting maka kita memutuskan untuk tinggal di Kualalumpur saja dan baru besoknya bergabung dengan peserta lain di Ipoh saat makan siang dan kemudian bersama- sama berangkat ke Penang. Setelah berdiskusi dengan tour guide soal penjemputan kami di Kualalumpur besok pagi. Tour guide menelepon sopir yang akan menjemput kami, bahwa tamu yang bernama Aisa dari Indonesia akan menunggu di lobby hotel pada jam 7 pagi. Lalu dia menutup telepon selularnya. Beberapa detik kemudian dia menelepon sopir lagi sambil melihat saya, katanya "I want to tell you, her name is Aisa but she is Chinese". Saya langsung ngakakkkk. 

Baru- baru ini saya berlibur ke Penang, petugas imigrasi wanita keturunan India membolak balik paspor saya lebih dari 3 kali sambil bolak balik melihat muka saya ( saya deg- degan dalam hati, wahhh bakal diapain nih? *feeling ga enak ). "Aisa... hm.. Aisa ya? Betul nama Aisa?" Iya, betul. "Indonesia ya? Nak apa ke Penang? Kerja or Melancong?" ( saya disangka TKW hehehe ).

Terakhir di imigrasi Kualalumpur saya diintrogasi nama Oeij oleh 2 orang petugas Imigrasi. How to spell your surname? Jujur saya juga gak tau cara nyebutnya gimana, karena tambahan nama Oeij hanya muncul di paspor. 

Hello my name is Aisa. 

Monday 3 May 2010

AKU BANGGA

Kakek saya mantan tentara pejuang... ayahku seorang dokter spesialis... anakku yang paling besar dapat beasiswa di universitas ternama... om saya seorang pengusaha sukses lho... bla... bla... bla... Biasanya menjadi pembicaraan pembuka di acara kumpul2, arisan, ibu- ibu di sekolahan, sampai gosip tetangga. Gelar, jabatan, status sosial, dan pekerjaan yang bagus pasti akan menjadi suatu kebanggaan, apalagi jika orang- orang sukses tersebut adalah salah satu dari keluarga kita.


Di dalam keluarga besar saya sih standar- standar saja, kakek saya bukan mantan pejuang, papa juga bukan dokter, om- om saya adalah para pengusaha sukses yang tingkat kesuksesannya masih jauh jika dibandingkan dengan kesuksesan Om Liem. Tapi di dalam keluarga besar saya punya suatu yang dapat dibanggakan, yaitu masakan nenek saya.

Waktu nenek masih muda-an, beliau sering membuat mie kuah (mie buatan sendiri dengan isi ebi, sawi putih, caisim, bawang son atau bawang cina, kembang kol), kue cikak merah isi ketan manis (isinya ketan yang dimasak dengan gula merah), bakcang babi dan kwecang (bakcang mini polos tanpa isi terbuat dari beras ketan berwarna kuning transparan mengkilat karena sebelumnya direndam air abu, dimakan dicocol tepung gula), kue kaumau (kulitnya terbuat dari ubi jalar oranye yang direbus lalu dihaluskan lalu dibulat- bulat sebesar bola pingpong kemudian dipipihkan, lalu ditaruh isi yang terbuat dari kacang tanah sangrai yang digiling kasar dicampur dengan irisan gula merah, dibentuk sedemikian rupa menjadi bentuk segitiga lalu dikukus atau digoreng, pas dimakan isinya meleleh dimulut), ketan merah putih (ketan dikukus lalu dibagi dua, sebagian dicampur gula merah dan sebagian lagi yang dibiarkan putih ditabur garam dimakan dengan taburan kelapa parut, biasanya untuk sarapan pagi ), mie goreng kucai (mie goreng dengan campuran udang, tauge dan kucai), bubur asin (terbuat dari beras dicampur sedikit beras ketan, ebi, bawang putih, bawang son, talas potong, sawi putih), bubur manis (terbuat dari beras ketan dicampur kacang tanah, gula merah, lengkeng kering, ancho (lihat foto) - bentuknya lonjong kecil dan kering, berwarna merah dan rasanya manis, asin, sedikit asam), gurame asam manis, kakap goreng tepung, dan masih panjang lagi.

Beberapa tahun terakhir ini nenek hanya membuat bubur asin dan bubur manis satu kali dalam setahun untuk mempertahankan tradisi. Kalau nenek membuat bubur asin atau bubur manis, biasanya beliau menelepon sendiri anak-anaknya satu persatu supaya mampir ke rumahnya sambil mengingatkan kami untuk membawa panci masing- masing.

Bagaimana dengan anda? Pasti punya masakan andalan keluarga yang dibanggakan juga kan? Nanti ajak saya icip- icip ya.

Sunday 2 May 2010

BUAH JATUH DARI POHONNYA


Percaya atau tidak... secara tidak langsung, orang tua turut berpengaruh bagi anak-anaknya dalam menyukai makanan.

Di dalam keluarga penggemar makanan serba manis, anak- anaknya juga kemungkinan gemar makan makanan bercitarasa manis. Keluarga doyan makanan cenderung asin, anak- anaknya juga demikian. Jadi kalau ada yang bilang darah tinggi itu adalah penyakit keturunan, sepertinya kebiasaan makan dari kecil yang bercita rasa asin lebih dominan dan berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi.

Kata mama, waktu saya kecil kalau nangis atau ngambek, mama langsung kasih kerupuk.. eh langsung diam. Jadilah saya seorang penggila berat kerupuk. Hampir sebagian besar orang Indonesia doyan makan kerupuk, jangan- jangan waktu kecil sering dikasih kerupuk juga. Pokoknya kerupuk di rumah gak bisa bertahan lama, pasti langsung ludes. Mama dan Nenek juga doyan kerupuk (keripik, rengginang & sejenisnya ). Nah kalau doyan keripik ini menularnya ke adik saya, kalo ke supermarket pasti beli keripik. Itu menular juga ke tante-tante (adik-adik mama), mereka penggemar berat yang kalau digigit kriuk- kriuk. Kalau bersilaturahmi pasti di suruh bawa pulang keripik atau rengginang atau kerupuk udang, ingat koresterol dan asam urat lhoo.

Mama anti dengan semua yang berbau sapi (apalagi kambing it's a BIG NO NO), baso sapi, sate sapi, steak sapi, pokoknya makanan yang berbahan dasar daging sapi pasti langsung ditolak (tapi koq doyan rendang? rendang gak bau sapi.. katanya). Ternyata Nenek juga ga doyan daging sapi. Berbalik 180 derajat dengan Papa, beliau pemakan segala.. daging kambing, sapi, ikan, domba, ular sampai anjing pun udah dicoba. Jadilah saya.. hasil didikan Papa ya begini nih, tapi saya masih amateur.. blom punya nyali buat cobain yang ekstrim- ekstrim.

Suatu kali saya makan kuetiau sapi berdua dengan nenek. Saya pesan kuetiau siram sedangkan nenek saya pesankan kuetiau goreng tanpa daging sapi. Nenek saya berkomentar.. liat kamu makan sepertinya enak, lain kali saya mau makan kuetiau siram ah. Lalu saya bilang, " Ema, ini isinya urat sapi, daging sapi dan baso sapi". Kata nenek: "Teu jadi ah, sapi".