TRANSLATE

Tuesday, 2 May 2017

SHORT GETAWAY TO PAMEUNGPEUK - GARUT

Santolo Beach? Namanhya seperti nama pantai di luar negeri, jujur saya baru dengar nama itu ketika teman saya bercerita tentang suaminya yang batal berangkat ke sana, dan saya mengajukan diri untuk ikut. Yes, akhirnya besok malamnya langsung berangkat.

Dari Bandung berangkat sekitar jam 12 malam. Ceritanya sudah minum antimo, bawa bantal, pasang ear plug dan bersiap tidur tapi boro- boro bisa tidur karena di perjalanan gak nyaman, jalan berliku- liku dan bergelombang. Tiba sekitar jam 6 pagi di Pameungpeuk, di penginapan langsung tidur pulas sampai siang. Ketika bangun tidur baru menyadari kalau semua penginapan nyaris penuh dan banyak sekali wisatawan domestik. Beneran gak nyangka bisa serame itu, kata teteh pemilik penginapan Pantai Santolo ngehits 2 tahun terakhir ini, ohhh pantas.

Hari pertama di Pameungpeuk, tujuan pertama ke Pantai Cijeruk yang katanya banyak buaya muara, tapi sama sekali gak nampak tuh. Mungkin harus datang agak sore untuk ketemu buayanya. Pantai Cijeruk ini unik karena merupakan titik temu muara dan Samudra Indonesia. Pantai Cijeruk ini berdampingan dengan Pantai Sancang, jadi setelah menyebrang muara dan berjalan ke arah Barat sampailah di Pantai Sancang. 

muara menuju samudra

menyebrang muara dengan sampan


Kemudian dengan naik mobil pindah ke Karang Paranje, pemandangan luar biasa di sini dan menurut saya ini keajaiban alam. Kira-kira 50 meter dari pinggir pantai terdapat jajaran batu karang yang bernama Karang Paranje dan di depan karang itu Samudra Indonesia. Ajaibnya, ombak Samudra Indonesia yang ganas menghantam karang itu tidak sampai ke pinggir pantai. Hanya deburan ringan dan airnya tidak dalam sehingga kita bisa menyebrang ke karang dengan santai. Di atas batu karang terdapat bale- bale untuk mengaso dan terlihat sekelompok anak muda sibuk foto- foto sambil makan roti dan minum minuman dalam botol. Saya juga sibuk foto- foto sih jadi ketika saya lelah dan ingin duduk di bale- bale, tampak botol- botol bekas minuman dan bungkus bekas roti yang ditinggal begitu saja. Kalo saja itu orang- orangnya masih ada bakal saya omelin suru bawa pulang sampahnya... gggrrrrr.... 

 Karang Paranje

 dari atas Karang Paranje

Samudra Indonesia dari atas Karang Paranje

Menjelang magrib pindah ke Pantai Cilauteureun yang lokasinya tidak jauh dari penginapan. Sayang banyak awan sehingga sunsetnya tidak sempurna. Tapi langitnya sangat indah dan berwarna- warni, saya baru pertama kali melihat langit berwarna- warni indah di pantai. Andai ditemani gorengan dan minuman pasti bakal lebih nikmat.

skyscape

sunset

Hari ke dua di Pameungpeuk, bangun jam 04:30 pagi karena berniat ingin melihat sunrise. Naik sampan gak sampai 5 menit menyebrang ke Pantai Santolo. Rencana awal ingin berjalan menyusuri pantai tapi air masih pasang sehingga memutuskan berjalan kaki lewat darat. Berjalan kaki sekitar 30 menit di hutan sambil gelap- gelapan dengan menggunakan cahaya ala kadarnya dari handphone masing- masing. Kemudian hartus melewati jembatan beton tanpa pegangan dan dibawahnya laut dengan terdengar debur ombak yang masih ganas, haduh saya langsung keringatan... takut ketinggian. Akhirnya diberani- beraniin jalan pelan-pelan sambil deg-degan.

demi sunrise

Setelah berhasil menyebrangi jembatan beton, perjuangan belum selesai. Tibalah di jembatan kayu, harus menyebrang lautan kira-kira 50meter. Tapi ada tanda gak boleh lewat karena beberapa bagian jembatan kayunya sudah lapuk. Ahhh aman, tapiii..... untuk melihat sunrise kita harus menyebrang lewat jembatan kayu itu. Yah batal deh lihat sunrisenya, akhirnya lihat sunrise dari kejauhan saja. Nah kalau nyebrang jembatan kayu, nama pantainya jadi Pantai Sayang Heulang.

sunrisenya ketutupan dibalik pulau

Jalan baliknya gimana? Ada 2 pilihan, jalan darat dan lewat jembatan beton yang bikin parno itu lagi atau jalan menyusuri pantai. Dalam hati saya pingin lewat jalan darat tapi mayoritas pingin lewat pantai, ya sudah nurut suara terbanyak meski dalam hati ingin teriak ohh nooo. Saya sama sekali gak kepikiran bakal trekking dan menyusuri pantai di pagi hari. Gak dikasih tau sebelumnya huhuhu.... tau gitu makan dulu sedikit supaya ada tenaga, tau gitu gak pake celana komprong yang sangat gak nyaman karena sering terkait batu karang, tau gitu bawa cemilan dan minuman... ngomel dalem hati. 



Pemandangannya luar biasa, meski capek dan banyak ngomel dalam hati tapi saya masih bersukur karena saya masih diberi kesempatan untuk mengalami liburan yang menyenangkan dan melihat pantai- pantai indah di Jawa Barat yang sama sekali saya gak pernah tau sebelumnya. Kenyataannya, sepanjang menyusuri pantai itu, di pantai- pantai yang sepi sama sekali tak terlihat sampah. Panytai yang rame banyak wisatawan itu sampahnya banyak berserakan. Saya yang koleksi pasir pantai ngambil pasirnya dan ditaruh di botol- botol yang saya temukan di pantai, ya itung- itung membantu membersihkan sampah deh ya. 

pohon pandan laut diantara batu karang, cantik

Saya suka alam dan tantangan, trekking dan mapay pantai mah kecil tapi harus persiapan dulu. Kalau tanpa persiapan mah jadinya sambil kepaksa gagara pingin buru- buru beres sampai tujuan. Begitu sampai tujuan langsung ngacir ke tukang gorengan terdekat.


dermaga atraksi utama Pantai Santolo, sayang airnya lagi pasang

Dermaga sejak jaman Belanda, jadi ikon Pantai Santolo. Sayang airnya sedang pasang sehingga saya tidak dapat turun ke bawah untuk memotret. Di sekitar dermaga banyak saung jualan cemilan, ikan bakar dan kelapa muda. Makan malam hari terakhir di Pameungpeuk, makan besar.

udang asam manis, cumi goreng tepung, mata lembu, kakap merah bakar dan tumis kangkung terasi

 mata lembu: sejenis keong laut yang hidup diantara batu karang

Hari ke tiga bersiap untuk pulang, berniat melewati Pangalengan yang katanya selama 2 jam bakal disuguhi pemandangan luar biasa. Oke mari kita buktikan.

Setelah sarapan pagi, perut kenyang siap deh lihat yang indah- indah. Rugi kalau ketiduran. Sepanjang perjalanan melihat sawah yang menghijau dan di belakang sawah itu lautan lepas. Waahhhhh bagussss... saya sampai ngulang- ngulang bilang bagusss.... bagussss.... sambil buka jendela. 

Sampailah di Puncak Guha, yang kereeeeeeeen abis. Pemandangan disini mirip Nyang- Nyang Beach Uluwatu - Bali,  laut dari atas tebing aseli keren. Nah ternyata dibawah itu gua kelelawar, saya gtak mampir turun ke gua karena ingin menikmati suasana indah saat itu sambil duduk ngadem di bale- bale. 

dari jalan masuk menuju Puncak Guha

di atas Puncak Guha

Berikutnya ke Pantai Rancabuaya, lihat buaya? Engga. Pantai Rancabuaya ini satu-satunya yang saya familiar namanya tapi belum pernah mampir. Yang saya perhatikan, Pantai Rancabuaya ini satu-satunya yang paling siap sebagai tempat wisata. Saung- saungnya tertata rapih, tidak terlihat sampah berserakan. Di pantai- pantai lain banyak sekali sampah, kemana saya harus mengadu? Jujur sedih da liat pantai indah tapi banyak sampahnya. Masyarakat banyak yang masih belum sadar soal jangan buang sampah sembarangan. 

 Pantai Rancabuaya

Pantai Rancabuaya, jernih


Perjalanan dilanjutkan, tadi sawah dan pantai selama 2 jam. Pemandangan indah lainnya yaitu sawah diantara bukit- bukit, duhhh lucuuuu... seperti di Ubud. Banyak sawah yang bertingkat- tingkat di kiri jalan dan melewati beberapa air terjun dan sungai di kanan jalan. Tapi agak pusing nih di jalan ini soalnya jalannya kecil dan berkelok- kelok. 

Makan siang hari itu di rumah makan yang seketemunya sambil lewat, namanya RM Punthil ( Puncak Thiludua ) Cihideung km 32 - Pangalengan. Awalnya kita gak berharap banyak, sudah lapar pake banget. Pindang patin, ayam goreng kampung, ceker pedas, pindang iga, sate sapi, pencok kacang panjang, semuanya enak. Sambalnya mantab, sambal dadak dan sambal mangga.  

makan siang, belum keluar semua makanannya